Cerita “Dhana” tentang Aku, Kau, dan Dia
secangkir kopi bubuk, hitam pekat
ku suguhkan di depan kaca kompiku
terlihat, kepulan asapnya melenggok girang, menari-nari
menggodaku tanpa henti
ku tersentuh, kucumbu bibirnya dengan peluh
hangat terasa dalam jiwa, dan ku nikmati seseduk-demi seduk
lupa jiwa, raga, dan hampa tak berasa
“cangkir itu” melupakan waktuku
sesaat ku memandang, dengan lirikan kesut,
dekat di depan kaca mataku jam dinding berputar-putar, lelah
“mengingatkanku”, tapi, tetap, ku tak hiraukan
demikian pun, samar-samar terdengar dari rumah di sana,
rumah agung, suara penyeru merdu
“ku tak hiraukan”
dua puluh lima menit waktu hampir berganti,
pukul empat belas tiga puluh lima
ku lekas duduk manis, bergoyang ke kanan dan ke kiri, kadang
ku putarkan bak rotasi bumi
tangan kanan, ku sentuhkan pada tangan kompi
kiri, meremas jemarinya, lalu
ku tulis kata dalam “cari”
“Dhana” ku sentuhnya, ku buka perlahan-lahan, dan
sampai di sinilah aku bicara, Dhana, yang ku baca dalam waktu
cerita dalam Dhana, “tentang Aku, Kau, dan Dia”
Jiwa itu, mengingatkanku, nadi, rahang, peluh dan gagu
Inilah dia, Dhana, dalam cerita
Kisah cerita Tentang Aku Kau dan Dia
Indahnya tiada terlupakan
Sayangnya kini diantara kita terpaut hanya dalam harapan saja
Akankah kau tahu tentangku wahai kasihku?
Hanya sekilas saja dirimu menghiburku
Aku berharap kaupun tahu sebenarnya isi hatiku
Kuungkap dengan setulusnya padamu
Untuk itu tentangmu aku sudah tiada lagi seperti dulu
Karena engkaupun menjauh dariku
Ada satu yang hadir mnegusik jiwa sunyiku
Untaian bait suci yang kau tuliskan
Dapat aku mengerti cinta ini hanya sebuah ilusi
Alangkah bodoh diri ini ketika kau hanya mengelabuhi
Nyatanya kini kau ingkari janji janji yang telah kau hiasi
Dan mungkin bila waktunya telah tiba
Ingin rasanya kuungkap sejujurnya
Allah-lah cinta dan pemerhatiku seutuhnya
Terima kasih telah membuat tulisan ini sehingga memberi manfaat.
BalasHapusSedikit kutipan yang saya copas dari blogsaya sendiri sebagai komentar dari tulisan diatas.
Aku berfikir:
"Ada dan tiada sungguh tak ada bedanya. Keduanya sama-sama mengesankan. Tempatkan dalam lorong-lorong hati, hiasi dengan ikhlas hingga didapati indahnya arti cinta dalam hidup."
salam sahabat
BalasHapusterima kasih semoga sukses KUPON DD telah saya kirim via email anda
sekalian saya follow
sahabat Hadi Kuncoro:
BalasHapusSebenarnya, yang Anda komentari bukanlah puisi saya, adalah yang lebih memahami maksud puisi di atas, Mbak Dahana (yang bercetak merah), saya hanya mengupas makna yang terkandung di dalamnya....
Tetapi apabila kita kaji makna demi makna dalam setiap kata yang disampaikan penulis (Mbak Dhana) mengisyaratkan kita tentang kecintaan terhadap sesuatu (selain Tuhan) adalah hanya seberkas abu tipis yang hendak melayang diterjang angin...
sebagai makna yang lebih dalam adalah hiasan dalam merasakan kecintaan terhadap sesuatu yang FANA, dan merupakan tiada lain adalah kecintaan terhadap Pencipta Alam yang paling hakiki.
Salam sahabat...
mbak Dhana:
BalasHapusTerima kasih atas konfirmasinya, terima kasih pula atas support mbak Dhana. Saya hanyalah newbe yang awam dalam berkarya. Sedikit yang dapat saya sampaikan, sedikit pengetahuan yang bisa saya curahkan.
salam sahabat selalu
mas hadi:
BalasHapusSaya lupa ucapkan terima kasih atas komentar sahabat, maafkanlah jikalau saya salam dalam menginterpretasinya.
Semoga bermanfaat....Amin.
Salam Sahabat selalu
wew mantabb sahabat ..
BalasHapusSalam DD ..
Sukses ya bro!
Thnx sob..sukses balik.amin..
BalasHapus